Beton Pun bisa terapung (Perahu Beton)
Ir. Rony Ardiansyah, MT, IP-U
Dosen Teknik sipil UIR
MAKASSAR – Mengunjungi Universitas Hasanuddin (Unhas) yang dikenal sebagai “kampus merah” di Kawasan Timur Indonesia (KTI), selain akan menemukan gedung rektorat yang cukup megah, pepohonan yang rimbun, juga akan menemukan perahu rakitan yang terbuat dari beton. Perahu itu berada di sekitar danau yang membelah jalan utama kampus itu.
Memandangi perahu beton itu, sesaat terlihat tidak ada yang istimewa. Namun jika mencermatinya lebih lama dan saksama lagi, kita akan menemukan suatu keunikan yang membedakan perahu itu dengan perahu-perahu lainnya. Demikianlah yang diungkapkan oleh Suriani (Sinar Harapan, 22 maret 2006).
Salah satu keunikannya, baik rangka maupun komponen tubuh perahu ini, dibuat dari beton bahan yang umumnya digunakan untuk membangun rumah, bak mandi, atau kolam.
Jadi, perahu di pinggir Danau Unhas itu sangat kuat dan mampu bertahan lama. Wajarlah kalau perahu beton ini sangat kuat dibanding jenis perahu lainnya, yang umumnya menggunakan bahan dasar kayu yang dapat saja lapuk karena dimakan usia, atau jenis kayunya kurang berkualitas.
Jadi, perahu di pinggir Danau Unhas itu sangat kuat dan mampu bertahan lama. Wajarlah kalau perahu beton ini sangat kuat dibanding jenis perahu lainnya, yang umumnya menggunakan bahan dasar kayu yang dapat saja lapuk karena dimakan usia, atau jenis kayunya kurang berkualitas.
Sebenarnya asal muasal nama perahu beton ini dari dua rangkaian kata yaitu ferro (besi) dan cement (semen), menjadi ferrocement. Pertama kali perahu beton ini diujicobakan di Prancis. Setelah itu, perahu beton mulai dikembangkan di berbagai belahan dunia, khususnya di negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia.
Khusus di Indonesia, perahu beton itu awalnya menggelitik pikiran salah seorang guru besar di Unhas, Makassar. Profesor yang mengajar di Fakultas Teknik (FT) selama ini telah lama mencari solusi dan alternatif bagaimana mengurangi kemacetan di jalur perjalanan darat, akhirnya mendapat jawaban lewat perahu beton itu. Dengan temuan perahu beton tersebut akhirnya, Prof DR Ir JB Manga bersama sembilan orang rekannya yang tergabung dalam timnya dari Indonesia, mulai merakit perahu beton sebagai salah satu alat transportasi air pada tahun 1978.
Menurut pria lebih separuh baya ini, perahu beton merupakan teknologi tepat guna dan tepat sasaran, yang dirancang dengan metode yang sangat sederhana. Pasalnya, bahan dasar perahu ini cukup menggunakan hukum Archimedes agar besi dan semen yang cukup rentan tenggelam ini, bisa terapung di air. Dengan hukum Archimedes itu, tekanan ke atas dari air dipindahkan, lalu dihitung berapa ukuran luas dan berat dari beton. Alhasil, masalah bahan dasar dapat ditaklukkan dan sempurnalah perahu itu terapung di atas air.
Sementara cara pembuatannya pun sangat sederhana. Dimulai dengan pembuatan rangka perahu yang terdiri dari besi 8 mm dan 10 mm. Rangka itu kemudian dibungkus dengan kawat rang lalu diplester dengan campuran semen dan pasir.
Rangka kawat yang sudah terbungkus campuran semen dan pasir tersebut, selama 28 hari harus selalu berada dalam keadaan basah atau curring. Tujuannya, agar dapat menyempurnakan pengerasan pada semen. Meskipun diketahui bahwa pada dasarnya besi beton dan kawat rang itu sudah kuat, terapi, tetap harus dibungkus agar tidak terpengaruh oleh air dan faktor-faktor lingkungan lainnya. Dalam waktu 28 hari, perahu beton itu siap pakai. Perahu yang bak daun, di mana terdapat urat-urat yang terbungkus oleh hijau daun dan jika dimasukkan ke dalam air akan kelihatan serat-seratnya.
Keberhasilan tim Manga mempopulerkan teknologi perahu beton ini, akhirnya banyak ditiru para peneliti di pelbagai kawasan Tanah Air, salah satu di antaranya oleh Universitas Indonesia (UI).
Sejumlah peneliti di kampus tersebut merancang perahu beton dengan modifikasi yang tampil lebih konsumstif.
Bukti keberhasilan dosen teknik Unhas dalam membuat perahu beton ini, memupuskan pandangan bahwa beton hanya bisa dilihat dan dikembangkan di darat sebagai bahan dasar bangunan. Penelitian ini diharapkan terus dikembangkan sehingga beton bisa menjadi bahan dasar kapal besar,” kata Manga sembari menambahkan, ia sendiri bersama timnya mencoba merakit perahu beton ini dengan bekal pengetahuannya dari Thailand. Pengembangan perahu beton ini tentunya akan menjadi sebuah kontribusi besar bagi pengembangan ilmu dan teknologi di Indonesia.
Selain itu, adanya perahu beton dapat mengurangi kemacetan di darat dan melindungi hutan dari praktik illegal logging (pembalakan liar), karena penggunaan kayu untuk memenuhi bahan dasar pembuatan perahu atau kapal besar.
Kiranya, Indonesia dapat mencontoh negara-negara yang sudah menerapkan teknologi tersebut. Tengok saja Singapura dan China. Kedua negara ini telah menggunakan teknologi perahu beton sebagai sarana transportasi di perairan dan terbukti cukup diminati warganya. ***
Posted by Nurokhman
on 00.10. Filed under
TEKNIK SIPIL
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response